Berdagang dengan Allah


dagang unta


Rasulullah SAW terbiasa mengajarkan kepada sahabat-sahabatnya untuk senantiasa bersabar atas segala sesuatu yang menimpa mereka. Termasuk dalam masalah lapar sekalipun.
Mereka senantiasa mengencangkan ikat pinggang. Bila tidak ada sama sekali yang dimakan, maka mereka pun akan berpuasa. Itulah yang dicontohkan Rasul SAW kepada sahabat-sahabatnya.
Suatu hari, seusai mendengarkan nasihat-nasihat yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya di Masjid Nabawi Madinah, maka pulanglah Ali bin Abi Thalib ke rumahnya.
Sesampai di rumahnya, ia menemui istrinya, Fatimah, putri Rasulullah SAW, yang sedang duduk memintal benang.
“Wahai perempuan yang mulia, adakah suatu makanan yang dapat dimakan oleh suamimu ini?” tanya Ali.
Fatimah pun menjawab, “Demi Allah, aku tidak mempunyai sesuatu pun. Tetapi, aku punya uang enam dirham yang akan kugunakan untuk membeli makanan buat Hasan dan Husein.”
“Tolong, berikanlah uang tersebut kepadaku,” ujar Ali. Kemudian Fatimah memberikan uang itu kepada Ali bin Abi Thalib. Setelah itu, Ali pun segera keluar membawa uang enam dirham itu untuk membeli makanan buat Hasan dan Husein.
Dalam perjalanan, Ali melihat seorang laki-laki yang sedang berdiri di dekat pohon kurma, dengan pakaian yang sangat kumal. Rupanya ia seorang pengemis. Melihat ada yang mendekat, pengemis itu pun meminta kepada Ali.
” Wahai tuan, siapakah yang hendak mengutangi Allah dengan piutang yang baik?” ujar laki-laki tersebut seraya mengutip ayat Al-Quran surah Al-Baqarah [2] ayat 245.
“Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat-gandakan pembayaran kepadanya dengan kelipatan yang lebih banyak. Dan Allah akan menyempitkan dan melapangkan (rezeki), dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Maka secara spontan Ali pun memberikan semua yang dimilikinya itu tanpa sisa. Setelah itu, ia pun segera kembali ke rumahnya dengan hati yang sangat lapang dan penuh kepuasan.
Namun, ketika Fatimah menyaksikan suaminya yang pulang tanpa membawa apa pun, maka menangislah putri Raswlullah SAW ini. Menyaksikan hal itu, Ali pun bertanya, “Wahai perempuan yang mulia, mengapa engkau menangis?”
Fatimah menjawab, “Wahai putra paman Rasulullah SAW, kulihat engkau tidak membawa apa-apa dari uang yang aku berikan tadi. Mengapa bisa demikian? Bagaimana makanan Hasan dan Husein?”
Ali pun kemudian menyampaikan kejadian yang sesungguhnya. “Wahai perempuan yang mulia, sesungguhnya uang itu telah aku pinjamkan kepada Allah,” jelas Ali.
Mendengar hal itu, maka Fatimah pun tersenyum seraya berkata, “Engkau benar wahai suamiku.”
Maka selesailah untuk sementara persoalan yang mereka hadapi. Namun, bagaimana dengan hari esok?
Ali pun kemudian berpamitan pada Fatimah. Ia bermaksud menemui Rasulullah SAW. Di tengah perjalanan, ia berjumpa dengan seorang Arab dusun yang sedang menuntun seekor unta betina.
Orang Arab dusun tersebut berkata kepada Ali. “Hai Bapak Hasan, belilah unta ini dariku.”
Ali menjawab, “Aku tidak memiliki uang.”
“Gampang saja. Beli saja unta ini, dan nanti engkau bisa membayarnya setelah laku,” kata Arab dusun itu.
“Berapa engkau akan menjual unta ini?” tanya Ali.
“Seratus dirham,” jawabnya.
“Baiklah. Kalau begitu aku membelinya,” kata Ali.
Setelah semuanya disepakati, berpisahlah Ali dengan orang Arab dusun tersebut. Ali lalu membawa unta betina itu untuk dijual.
Saat menuntun unta tersebut, tiba-tiba datanglah orang Arab dusun lainnya. Ia bertanya kepada Ali. “Wahai bapak Hasan, apakah engkau akan menjual unta ini.” Ali pun mengiyakannya.
“Berapa engkau akan menjualnya?” tanya Arab dusun itu.
“Seratus enam puluh dirham,” kata Ali. (Dalam riwayat lain disebutkan, jumlahnya hingga tiga ratus dirham).
“Baiklah, aku beli unta itu,” jawab Arab dusun tersebut. Maka ia pun membayar harga unta itu kepada Ali bin Abi Thalib.
Setelah itu, Ali kemudian mencari Arab dusun yang pertama. Dan saat bertemu, ia serahkan harga unta yang dibelinya itu dengan harga seratus dirham.
Selanjutnya, Ali pun pulang dan bertemu dengan istri tercinta, Sayyidah Fatimah az-Zahra. Ali kemudian memberikan semua uang yang didapatkannya hari itu kepada Fatimah. Istrinya heran melihat dirham yang demikian banyak itu. Ia pun bertanya kepada Ali dari mana sumber dana yang didapatkan itu.
“Inilah hasil kita berdagang dengan Allah,” kata Ali. Maka tersenyumlah Fatimah. Ali kemudian menceritakan peristiwa yang dialaminya hari itu kepada Fatimah. Mereka bertanya-tanya, siapakah gerangan kedua orang Arab dusun itu? Ali kemudian mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu.
Rasul menjelaskan bahwa orang yang menjual unta itu adalah malaikat Jibril, dan yang membelinya adalah malaikat Mikail. Sedangkan unta itu adalah tunggangan Fatimah di hari kiamat.
Sumber: Cahaya Ramadhan Republika, 24 Agustus 2010

No comments:

Post a Comment