Filosofi Zakat


“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amalsaleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, merekamendapatkan pahala disisi Tuhan-nya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dantidak pula mereka bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah: 277)

SulaimanRasjid (1896-1976) dalam kitab karangannya yang berjudul Fiqh Islam menerangkanpengertian zakat sebagai berikut “Zakat dalam agama Islam artinya ‘kadar yangtertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapasyarat’, hukum zakat. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang Lima, Fardhu‘ain atas orang orang yang cukup syaratnya, zakat mulai diwajibkan pada tahunKedua Hijriah”. Harta yang wajib dizakati adalah zakat Maal (zakat harta)antara lain  binatang ternak, emas danperak, biji-bijian, buah-buahan dan harta peniagaan dengan kadar yang telahditentukan dan wajib dikeluarkan per-tahun”, kemudian“zakat fitrah merupakan salah satu jenis zakat yang wajib dikeluarkan orang setiap kaum muslim setiap menjelangHari Raya Iedul Fitri sampai waktu dilaksanakannya Shalat Ied. Zakat fitrahwajib hukumnya bagi setiap orang yang beragama Islam yang kaya sampai yangmiskin asalkan dia memikili sisa makanan untuk dimakan  yang cukup dari malam hingga siang hari raya, wajib bagi yang  baru lahir kecuali sudah memasuki malam HariRaya hingga yang sudah tua”. Demikian Sulaiman Rasjid.

Dari Ibnu Umar. Dia berkata:“Rasulullah SAW. mewajibkan zakat fitrah (berbuka) bulan Ramadhan sebanyak satusa’ (3,1) liter kurma atau gandum (makanan pokokyang sering dikomsumsikan) atas tiap-tiap muslim merdaka atau hamba, laki-laki atauperempuan”. (HR: Bukhari& Muslim)

zakat adalah ibadah yang berkaitan dengan harta benda. Seseorang yang telah memenuhi syarat-syaratnya dituntut untuk menunaikannya, bukan semata-mata atas dasar kemurahan hatinya, tapi kalau terpaksa ‘dengan tekanan penguasa’. Zakat selain bernilai ibadah juga mengandungi nilai filosofi yang amat luhur untuk kemanusiaan.

Filosofi zakat yang pertama adalah istikhlaf (penugasan sebagai khalifah di bumi). Allah Swt adalah pemilik seluruh alam raya dan segala isinya, termasuk pemilik harta benda. Seseorang yang beruntung memperolehnya, pada hakikatnya hanya menerima titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemiliknya (Allah SWT).

Manusia yang dititipi itu, berkewajiban memenuhi ketetapan-ketetapan yang digariskan oleh Sang Pemilik, baik dalam pengembangan harta maupun dalam penggunaannya. Zakat merupakan salah satu ketetapan Tuhan menyangkut harta, bahkan shadaqah dan infaq pun demikian. Sebab, Allah swt menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan untuk umat manusia seluruhnya. Karena itu, harta benda harus diarahkan guna kepentingan bersama.
Allah melarang manusia memberikan memberikan harga benda kepada siapapun yang diduga kuat akan menyia-nyiakannya. Sebab, tindakan itu akan merugikan semua pihak. Sejak awal, Tuhan telah menetapkan bahwa harga hendaknya digunakan untuk kepentingan bersama.

Bahkan, pada mulanya masyarakatlah yang berwenang menggunakan harta tersebut secara keseluruhan, kemudian Allah menganugerahkan sebagian dari harta tesebut kepada pribadi-pribadi yang mengusahakan perolehannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Kedua, Solidaritas sosial. Manusia adalah makhluk sosial. Kebersamaan antara beberapa individu dalam suatu wilayah membentuk masyarakat yang walaupun berbeda sifatnya dengan individu-individu tersebut , namun manusia tidak bisa dipisahkan darinya.

Manusia tidak dapat hidup tanpa masyarakatnya. Sekian banyak pengetahuan diperolehnya melalui masyarakatnya seperti bahasa, adat istiadat, sopan santun dan lain-lain. Demikian juga dalam bidang material yang diperolehnya berkat bantuan pihak-pihak lain baik secara langsung dan disadari maupaun tidak.

Manusia mengelola, tetapi Tuhan yang menciptakan dan memilikinya. Dengan demikian, wajar jika Allah memerintahkan untuk mengelurakan sebagian kecil (zakat) dari harta yang diamanatkan-Nya kepada seseorang itu demi kepentingan orang lain.

Ketiga, Persaudaraan. Manusia berasal dari satu keturunan, antara seseorang dengan lainnya terdapat pertalian darah, dekat atau jauh. Kita semua bersaudara.Pertalian darah tersebut akan menjadi lebih kokoh dengan adanya dengan adanya persamaan-persamaan lain, yaitu agama, kebangsaan, lokasi domisili dan sebagainya.

Disadari oleh kita semua, bahwa hubungan persaudaraan menuntut bukan sekadar hubungan take and give (mengambil dan menerima), atau pertukaran manfaat, tetapi melebihi itu semua, yakni member tanpa menanti imbalan atau membantu tanpa dimintai bantuan. Apalagi, jika mereka hidup bersama dalam satu lokasi.

Nah, kebersamaan dan persaudaraan inilah yang mengantarkan kepada kesadaran menyisihkan sebagian harta kekayaan khususnya kepada mereka yang butuh, baik dalam bentuk kewajiban zakat, maupun shadaqah dan infaq.

No comments:

Post a Comment