Al-Lathif



Semoga Allah mengaruniakan kita kepekaan, karena orang-orang yang peka Insya Allah akan bisa berbuat lebih banyak dibanding orang yang tidak peka terhadap keadaan.
Salah satu sifat Allah “Al-Lathif” bermakna Allah yang Maha Lembut. Termasuk didalamnya halus, lembut, amat kecil halus tersembunyi. Namun dalam pengertian ini adalah Allah Subhanahu wa ta’ala halussekali caranya, hingga tercapai apa yang diinginkan-Nya dengan cara yang tersembunyi dan tak terduga.
Allah menciptakan kita dan Dialah Allah yang Maha Tahu dengan detil siapa diri kita. Allah-lah yang tahu kebutuhan fisik kita. Allah tahu akan kebutuhan kita bahkan lebih tahu dari diri kita sendiri, tidak mintapun kebutuhan kita sudah dipenuhi.
Siapa yang mengurus kita mulai dari janin di perut ibu. Kita tidak pernah mempertimbangkan berapa kebutuhan zat-zat pembentuk tulang, otak dan jantung. Dialah yang Maha Lembut, Dialah Allah yang Maha Sempurna. Pada saat bayi lahir ke bumi langsung berteriak tidak ada yang mengajarinya menangis tapi bayi menangis.
Kita lihat lukisan kuda, kita terpesona kepada pelukisnya bahkan memujinya. Akan tetapi kenapa kalau lihat kuda betulan tidak terpesona kepada penciptanya.
Melihat patung yang dibuat dari lilin yang mirip sekali, kita puji pembuatnya. Kenapa kepada yang membuat pembuat patung kita tidak terpesona. Seharusnya kekaguman kita tiada henti hanya kepada Allah yang Maha Pencipta, sebetulnya keterpesonaan kepada Allah sudah dapat menghabiskan waktu kita.
Allah yang memberi rizki kepada kita, tapi rizki tidak harus identik dengan uang. Kalau cita-cita kita hidup di dunia ini hanya mencari isi perut, terlalu rendah kita ini. Kalau orang bekerja hanya mencari isi perut, maka derajat dia tidak jauh beda dengan yang keluar dari isi perut.
Allah Maha Tahu, bahwa kita lapar karena Dia yang menciptakan lapar. Logikanya sederhana: masa Allah menciptakan perut tidak ada isinya, kuncinya adalah ikhtiar mencari rizki yang halal semata-mata karena Allah.
Ada yang lebih halus lagi yaitu Allah memberikan ide kepada kita. pikiran kita sangat tertutup tiba-tiba ada ide jadi tahu jalan keluarnya, membaca satu suku kata tiba-tiba paham dan menghayati. Itu semua Allah yang membukakan pintu hikmah hingga kita nendapat hidayah.
Suami, istri rukun itu karena Allah yang membalikkan hatinya. Timbul kesadaran saling nenasehati itu terjadi hanya oleh kekuasaan Allah. Maka jangan risau dengan kebutuhan dan masalah, jangan risau oleh harapan kita dan Allah Maha Tahu jalan untuk menggapai segala kebutuhan itu. Masalah kita adalah apakah harapan, kebutuhan, keinginan, ketakutan bisa membuat kita dekat dengan Allah atau tidak? Itu intisari dan poinnya.
Tidak jarang hutang membuat orang jadi shaleh dan lunas membuat orang tidak shaleh. Jangan panik menghadapi hidup ini. Apakah suatu ancaman dan ketakutan itu akan membuat kita semakin dekat dengan Allah, itulah yang sangat penting.
Maka dalam situasi sepelik apapun, teruslah ingat bahwa Allah Maha Peka terhadap diri kita. Allah Maha Tahu keadaan diri kita. Allah Maha Tahu kita dihina, akan tetapi tidak menjadi sengsara.
Siapa tahu penghinaan ini datang sebagai teguran dari Allah. Orang-orang yang berhasil adalah yang selalu mengaitkan sesuatu yang terjadi dengan kepekaan, kemahalembutan Allah.
Kebahagiaan terbesar dalam hidup ini adalah ketika kita mulai yakin kepada Allah. sehingga kita meniru sifat “al-Latif” ini dengan belajar peka terhadap keadaan. Hati yang bening jika sedikit saja berbuat dosa akan peka merasakannya. Bila hati bening seberkas cahaya ilmu saja akan masuk menerangi hatinya dan orang lain di sekitarnya.
Itulah orang yang berhati bening. Tetapi bila orang berhati keruh, diperciki cahaya tidak akan masuk kedalam hatinya apalagi mencahayai orang lain. Hati yang keruh meskipun banyak ilmu, ilmunya tidak menjadi cahaya bagi dirinya juga tidak mencahayai yang lain.
Orang yang berhati bersih peka semuanya jadi ilmu. Peka semuanya jadi ladang amal. Sedang jalan tiba-tiba ada orang bersin, ucapkan “Yarhamukallah”. Itulah kepekaan ladang amal. Kita tidak akanmulia dengan keserakahan. Tidak ada satu pengorbananpun yang disia-siakan kalau ikhlas. Kalau tujuan kita karena Allah, sudah lewat itu namanya egois, tinggi hati dan sebagainya.
Tanda orang peka adalah bersedekah sebelum orang lain minta. Jangan sampai orang duluan minta, tapi kita yang memberi terlebih dahulu. Seorang suami yang bijak, dengan tambahnya usia istri harus peka dan bijak.
Siti Khadijah semakin tua, semakin bening hatinya, lewat itu kecantikan tubuhi berganti kemuliaan akhlak. Allah Maha Adil, tidak mungkin ketuaan kita menjadi kehinaan, tapi masih ada kemuliaan lain yaitu kemuliaan akhlak.
Kita harus peka terhadap tetangga. Siapa tetangga kita yang miskin, yang tidak makan, yang anaknya tidak sekolah, itu tandanya peka. Jangan sampai menikmati hasil sendiri karena kekayaan sesungguhnya adalah bukan yang kita kumpulkan tapi yang kita nafkahkan. Seorang pimpinan harus peka terhadap karyawan, jangan sampai karyawan berat dengan kehidupannya, sedangkan pimpinan hidup dengan segala kemewahannya.
Musuh terbesar tentara adalah bukan dari luar, tapi musuh terbesar tentara adalah ketika tidak dicintai oleh rakyatnya. Komandan harus peka terhadap keadaan, sejahterakan prajurit. Komandan asli bukan pada mobilnya, tapi pada hati dan akhlaknya. Mari kita bangkitkan bangsa ini dengan kekayaan hati.

Sumber: Buletin Qolbun Salim, Edisi 130 – 7 Oktober 2011

No comments:

Post a Comment