Ramadhan selalu menyisakan kerinduan dan kesedihan bagi setiap hamba yang bahagia terhadap hadirnya. Rindu akan datangnya dan sedih akan kepergiannya. Kerinduan itu pun terefleksi karena hamba-hambaNya yang senantiasa berbahagia akan datangnya, Allah akan mengharamkan jasadnya dari api neraka.
Kerinduan itu pun juga terefleksi atas berkah-Nya yang diluapkan sepanjang ramadhan ini; rahmat-Nya yang berlimpah seluas-luasnya, serta rezeki yang dikucurkan untuk para pengusaha takjil tahunan yang hanya tumpah ruah di bulan penuh berkah tepat menjelang berbuka puasa.
Namun, refleksi sesungguhnya ada pada kesadaran kita untuk memaknai ramadhan yang sesungguhnya dan apa yang telah kita dapatkan serta cita-cita apa saja yang sudah tercapai di Ramadhan tahun ini, untuk kembali bertemu dengan hadirnya Ramadhan di tahun mendatang.
Ramadhan tidak hanya Allah sediakan untuk mengisi dengan ritual ibadah, lebih dari itu—Ramadhan pun disediakan agar kita dapat memanfaatkan untuk melatih diri. Pelatihan secara cuma-cuma selama sebulan penuh itu diharapkan dapat melahirkan beberapa sikap di antaranya sabar.
Perihal sabar, Allah banyak menguraikan tentang anjuran untuk bersabar, seperti dalam Surah Al-Baqarah ayat 45, “Mintalah dengan sabar dan shalat. Sungguh (shalat) itu adalah berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”
Dalam ayat di atas, terdapat nilai edukasi mengapa Allah mendahulukan sabar dibandingkan shalat. Sabar dan bertahan dengan keikhlasan atas takdirnya dengan tetap memohon pada Allah adalah lebih baik dibandingkan dengan shalat, namun tidak mampu bersabar menerima ketetapan-Nya.
Syekh Muhyiddin Abdul Qadir Jailani pernah memberikan nasihat, “Apabila engkau menginginkan dunia, ambillah jalanmu dengan jalan syariat, ambillah melalui kehendak Allah sampai engkau merasa dekat pada-Nya. Sungguh dunia merupakan malapetaka yang membahayakan.”
“Betapa setiap nikmat itu selalu diiringi dengan bencana, setiap kebahagiaan diiringi kesedihan, keluasan diiringi kesempitan. Carilah bagianmu di dunia sesuai dengan syariat Allah dan itu akan menjadi penyeimbang dalam upayamu mencari dunia. Maka bersabarlah, kesedihan dunia itu tidak bertahan lama dan akan berganti kebahagiaan jika engkau mampu memaknai cobaan tersebut.”
Lebih lajut, menurut Syekh Jailani, refleksi dari sabar, melahirkan tiga golongan yaitu, awam, khusus dan khawasul khawas. Golongan awam adalah golongan pada umumnya. Ia adalah Muslim dan bertakwa. Ia menjalankan syariat Allah dan tidak menolaknya. Ia beramal berdasarkan firman Allah, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7).
Dari golongan awam tersebut, jika ia dapat ridha lahir dan batin atas apa yang menimpanya, maka ia naik satu tingkat menjadi golongan khusus. Allah pun akan menyinari hatinya seperti dalam Surah Asy-Syams: 7, “Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaan.”
Terakhir, golongan khawasul khawas, mereka adalah golongan yang memberikan fatwa dan mampu melihat musibah adalah bentuk kasih sayang Allah. Tanpa tiga golongan tersebut, maka manusia akan binasa dan menderita.
Buah dari sabar adalah ridha akan ketetapan Allah dan bertahan dalam keikhlasan atas ketetapan-Nya. Rasulullah SAW pun menganjurkan agar jika setiap mendapatkan musibah, maka berdoalah agar dengan musibah itu kita mampu bersabar dan mendapatkan pahala atas cobaan tersebut.
Semoga di pengujung Ramadhan ini, Allah melimpahkan kesabaran yang sebenar-benarnya untuk kita.
No comments:
Post a Comment