Surat al-Ra'd / 13:28,
menyebutkan bahwa dengan mengingat (dzkir) kepada Allah maka hati menjadi
tenteram. Dzikir sebagai metode mencapai ketenangan hati dilakukan dengan
tata-cara tertentu. Dzikir dipahami dan di ajarkan dengan mengucapkan
kalimat-kalimat thayyibah secara keras (dzikr jahr), dan dengan kalimat-kalimat
thayyibah yang memfokus, dari kalimat syahadat La ilaha illa Allah ke lafazh
Allah dan sampai ke lafazh hu.
Sebenarnya hubungan dzikir dengan ketentraman jiwa dapat dianalisis secara ilmiah. Dzikir secara lughawi artinya ingat atau menyebut. Jika diartikan menyebut maka peranan lisan lebih dominan, tetapi jika diartikan ingat, maka kegiatan berpikir dan merasa (kegiatan psikologis) yang lebih dominan. Dari segi ini maka ada dua alur pikir yang dapat diikuti:
a) Manusia memiliki potensi intelektual. Potensi itu cenderung aktif bekerja mencari jawab atas semua hal yang belum diketahuinya. Salah satu hal yang merangsang berpikir adalah adanya hukum kausalitas di muka bumi ini. Jika seseorang melahirkan suatu penemuan baru, bahwa A disebabkan B, maka berikutnya manusia tertantang untuk mencari apa yang menyebabkan B. Begitulah seterusnya sehingga setiap kebenaran yang di temukan oleh potensi intelektual manusia akan diikuti oleh penyelidikan berikutnya sampai menemukan kebenaran baru yang mengoreksi kebenaran yang lama, dan selanjutnya kebenaran yang lebih baru akan ditemukan mengoreksi kebenaran yang lebih lama.
Sebagai makhluk berfikir manusia tidak pernah merasa puas terhadap 'kebenaran ilmiah' sampai ia menemukan kebenaran perenial melalui jalan supra rasionalnya. Jika orang telah sampai kepada kebenaran ilahiah atau terpandunya pikir dan dzikir, maka ia tidak lagi tergoda untuk mencari kebenaran yang lain, dan ketika jiwa itu menjadi tenang, tidak gelisah dan tidak ada konflik batin. Selama manusia masih memikirkan ciptaan Allah SWT dengan segala hukum-hukumnya, maka hati tidak mungkin tenteram dalam arti tenteram yang sebenarnya, tetapi jika ia telah sampai kepada memikirkan Sang Pencipta dengan segala keagungannya, maka manusia tidak sempat lagi memikirkan yang lain, dan ketika itulah puncak ketenangan dan puncak kebahagiaan tercapai, dan ketika itulah tingkatan jiwa orang tersebut telah mencapai al- nafs al-muthma'innah.
b) Manusia memiliki kebutuhan dan keinginan yang tidak terbatas, tidak ada habis-habisnya, padahal apa yang dibutuhkan itu tidak pernah benar-benar dapat memuaskan (terbatas). Oleh karena itu selama manusia masih memburu yang terbatas, maka tidak mungkin ia memperoleh ketentraman, karena yang terbatas (duniawi) tidak dapat memuaskan yang tidak terbatas (nafsu dan keinginan). Akan tetapi, jika yang dikejar manusia itu Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang tidak terbatas kesempurnaan-Nya, maka dahaganya dapat terpuaskan. Jadi jika orang telah dapat selalu ingat (dzikir) kepada Allah maka jiwanya akan tenteram, karena 'dunia' manusia yang terbatas telah terpuaskan oleh rahmat Allah yang tidak terbatas.
Hanya manusia pada tingkat inilah yang layak menerima panggilan-Nya untuk kembali kepada-Nya dan untuk mencapai tingkat tersebut menurut al-Rozi hanya dimungkinkan bagi orang yang kuat potensinya dalam berpikir ketuhanan atau kuat dalam 'uzlah dan kontemplasi (tafakkur)-nya.
Jadi al-nafs al-muthma'innah adalah nafs yang takut kepada Allah, yakin akan berjumpa dengan-Nya, ridlo terhadap qodlo-Nya, puas terhadap pemberian-Nya, perasaannya tenteram, tidak takut dan sedih karena percaya kepada-Nya, dan emosinya stabil serta kokoh.
Dampak Dzikir Terhadap Kesehatan
Sebenarnya hubungan dzikir dengan ketentraman jiwa dapat dianalisis secara ilmiah. Dzikir secara lughawi artinya ingat atau menyebut. Jika diartikan menyebut maka peranan lisan lebih dominan, tetapi jika diartikan ingat, maka kegiatan berpikir dan merasa (kegiatan psikologis) yang lebih dominan. Dari segi ini maka ada dua alur pikir yang dapat diikuti:
a) Manusia memiliki potensi intelektual. Potensi itu cenderung aktif bekerja mencari jawab atas semua hal yang belum diketahuinya. Salah satu hal yang merangsang berpikir adalah adanya hukum kausalitas di muka bumi ini. Jika seseorang melahirkan suatu penemuan baru, bahwa A disebabkan B, maka berikutnya manusia tertantang untuk mencari apa yang menyebabkan B. Begitulah seterusnya sehingga setiap kebenaran yang di temukan oleh potensi intelektual manusia akan diikuti oleh penyelidikan berikutnya sampai menemukan kebenaran baru yang mengoreksi kebenaran yang lama, dan selanjutnya kebenaran yang lebih baru akan ditemukan mengoreksi kebenaran yang lebih lama.
Sebagai makhluk berfikir manusia tidak pernah merasa puas terhadap 'kebenaran ilmiah' sampai ia menemukan kebenaran perenial melalui jalan supra rasionalnya. Jika orang telah sampai kepada kebenaran ilahiah atau terpandunya pikir dan dzikir, maka ia tidak lagi tergoda untuk mencari kebenaran yang lain, dan ketika jiwa itu menjadi tenang, tidak gelisah dan tidak ada konflik batin. Selama manusia masih memikirkan ciptaan Allah SWT dengan segala hukum-hukumnya, maka hati tidak mungkin tenteram dalam arti tenteram yang sebenarnya, tetapi jika ia telah sampai kepada memikirkan Sang Pencipta dengan segala keagungannya, maka manusia tidak sempat lagi memikirkan yang lain, dan ketika itulah puncak ketenangan dan puncak kebahagiaan tercapai, dan ketika itulah tingkatan jiwa orang tersebut telah mencapai al- nafs al-muthma'innah.
b) Manusia memiliki kebutuhan dan keinginan yang tidak terbatas, tidak ada habis-habisnya, padahal apa yang dibutuhkan itu tidak pernah benar-benar dapat memuaskan (terbatas). Oleh karena itu selama manusia masih memburu yang terbatas, maka tidak mungkin ia memperoleh ketentraman, karena yang terbatas (duniawi) tidak dapat memuaskan yang tidak terbatas (nafsu dan keinginan). Akan tetapi, jika yang dikejar manusia itu Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang tidak terbatas kesempurnaan-Nya, maka dahaganya dapat terpuaskan. Jadi jika orang telah dapat selalu ingat (dzikir) kepada Allah maka jiwanya akan tenteram, karena 'dunia' manusia yang terbatas telah terpuaskan oleh rahmat Allah yang tidak terbatas.
Hanya manusia pada tingkat inilah yang layak menerima panggilan-Nya untuk kembali kepada-Nya dan untuk mencapai tingkat tersebut menurut al-Rozi hanya dimungkinkan bagi orang yang kuat potensinya dalam berpikir ketuhanan atau kuat dalam 'uzlah dan kontemplasi (tafakkur)-nya.
Jadi al-nafs al-muthma'innah adalah nafs yang takut kepada Allah, yakin akan berjumpa dengan-Nya, ridlo terhadap qodlo-Nya, puas terhadap pemberian-Nya, perasaannya tenteram, tidak takut dan sedih karena percaya kepada-Nya, dan emosinya stabil serta kokoh.
Dampak Dzikir Terhadap Kesehatan
Menurut para
Ilmuwan, bahwa tubuh manusia mengandung sistem kelistrikan. Mulai dari
mekanisme otak, jantung, ginjal, paru, sistem pencernaan, sistem hormonal,
otot-otot dan berbagai jaringan lainnya. Semuanya bekerja berdasar sistem kelistrikan.
Karena itu kita bisa mengukur tegangan listrik di bagian tubuh mana pun yang
kita mau. Semuanya ada tegangan
listriknya. Bahkan setiap sel di tubuh
kita memiliki tegangan antara -90 mvolt pada saat rileks sampai 40 mvolt pada
saat beraktifitas. Maka, tubuh kita boleh disebut sebagai sistem
elektromagnetik. Sebab, kelistrikan sangat erat kaitannya dengan kemagnetan.
Otak kita memiliki medan kemagnetan. Sebagaimana jantung ataupun bagian-bagian
lain di tubuh kita.
Aktivitas yang terjadi di dalam otak dapat diketahui melalui perekaman otak dari permukaan luar kepala sehingga dapat ditunjukkan adanya aktivitas listrik yang terusmenerus timbul dalam otak sehingga otak kita bisa memancarkan gelombang elektromagnetik.
Dari hasil penelitian para ilmuan di katakan bahwa gelombang elektromagnetik (EM) merupakan gelombang transversal dan gelombang EM selalu merupakan gelombang medan, bukan materi, seperti halnya gelombang pada air atau tali. Karena mereka terdiri atas medan, gelombang elektromagnetik dapat merambat melalui ruang hampa.
Kita dapat melihat pada analisa diatas bahwa gelombang elektromagnetik di hasilkan oleh muatan listrik yang berosilasi, dan karenanya juga mengalami percepatan [Giancolli, 1998: 223]. Pancaran elektromagnetik itu berubah-ubah sesuai kondisi tubuh yang dipengaruhi oleh emosi. Sebagai contoh, orang yang sedang marah, tubuhnya akan ikut bergetar.
Setelah ditemukannya EEG (Electro Encephalo Graph), ada beberapa macam gelombang otak yang didasarkan pada tingkatan konsentrasi/focus pikiran kita sendiri atau kondisi fisik kita; Beta 14 - 22 Hertz adalah saat berpikir keras (menghitung atau saat stress) atau juga saat kita melakukan sesuatu dalam kondisi sadar (the doing action state). Alpha 8 - 13,9 Hz adalah keadaan saat otak kita relaks atau tenang, yaitu alam bawah sadar, imajinasi dan relaksasi. Tetha 4 - 7,9 Hz adalah keadaan dimana pikiran menjadi kreatif dan inspiratif atau intuisi dan Delta 0,1 - 3,9 Hz adalah keadaan otak pada saat kita tertidur lelap (deep dreamless state). Pada sat ini terjadi penyembuhan alami dan peremajaan sel-sel tubuh. (12 Self Management, Ariwibowo Prijosaksono dan Marlan Mardianto.
Yang paling kuat, adalah gelombang otak Alpha dan Tetha, namun paling susah juga untuk bisa kita bangkitkan, dibanding gelombang beta yang kita gunakan saat berpikir sehari hari. Pada saat kita berkonsentrasi, lontaran gelombang otak Alpha dan Tetha dari pikiran kita akan menyebar ke luar, sehingga menggerakkan orang lain melakukan hal yang kita harapkan. Bagaikan resonansi gelombang gitar yang bila sama getarannya, akan menimbulkan resonansi bunyi pada alat musik lainnya. Begitu pula orang yang saling jatuh cinta, pandangan mata atau bahkan text sms sekalipun bisa menimbulkan resonansi rasa kasmaran pada yang lainnya.
Hal yang sama berlaku juga antara ibu dan anak, bila seorang anak menangis, ibunya yang berada di tempat yang jauh, akan merasakan resonansi rasa gelisah dari tangisan anaknya tersebut. Berlaku pula bila kita berdoa dengan khusyu’, konsentrasi, maka doa kita akan sampai pula ke alam transedental, terdengar oleh malaikat! Bagi seorang muslim, nilai ibadah seperti sholat, berbagai macam pula tingkatan penilaiannya. Ada yang bernilai tinggi, adapula yang bernilai rendah. Sholat yang asal asalan, rendah pula nilainya dan sholat yang khusyu’ saat yang khusus seperti sholat Tahajud saat dini hari, akan bernilai tinggi, karena kuat pancaran gelombangnya (gelombang alpha dan tetha saat sholat yang begitu khusyu’). Bernilai tinggi secara transedental, memberi dampak yang positif pula bagi mereka yang melakukannya yang akan tercermin pada perilaku se hari harinya (dampak ibadah pada perubahan positif perilaku seseorang atau meditasi pada sebagian yang lain).
Contoh lain, misalnya kita pergi ke tempat
keramaian seperti terminal atau mall, bila dalam otak kita telah tertanam
ketakutan akan kecopetan, jambret, penodong dan lain-lain, maka gelombang
ketakutan tersebut akan menyebar ke luar, sampai pula ke para pencopet/penodong
yang akan membuat mereka tergerak untuk melakukan kejahatan pada kita. Tapi
bila sebaliknya, kita berpikiran tenang dan positif, orang-orang di tempat
rawan tersebut sebagai orang-orang baik dan tak akan melakukan kejahatan pada
kita, ditambah dengan zikir & do’a, maka akan tersebar gelombang otak
positif, yang akan sampai pula kepada para pelaku kejahatan tersebut dan
memberikan sinyal positif yang akan menutupi niat-niat jahat yang timbul pada
otak mereka, sehingga kita bisa aman-aman saja bila lewat ke daerah-daerah
rawan tersebut.
Lalu bagaimana caranya supaya otak kita bisa mencapai keadaan Alpha dan Theta? Disinilah manfa’at dzikir yang bisa mengantarkan otak kita ke dalam keadaan tersebut sebagaimana yang di firmankan Allah, QS. Ara’d (13) : 28 : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka maejadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. Ayat tersebut menginformasikan kepada kita bahwa fungsi dzikir adalah untuk menjadikan hati kita tenang dan dengan tenangnya hati maka otak kita akan mencapai keadaan Alpha. Sedangkan otak dalam kondisi Alpha yang dihasilkan dari dzikir akan mengantarkan seseorang terasa sangat dekat dengan Allah, seakan merasakan kehadiran Allah di hadapannya yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas ruh dalam dirinya.
Sedangkan kondisi Tetha bisa dihasilkan dengan membiasakan sholat malam atau Tahajjud. Kenapa demikian? Karena bangun di waktu malam membuat bacaan (dzikir, do’a dan belajar) bisa lebih berkesan, lebih fresh, dan tentu saja lebih mudah nyantol di otak kita. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, QS. Al-Muzzammil (73): 1-6, “1. Hai orang yang berselimut (Muhammad), 2. bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), 3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. 4. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. 5. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. 6. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”.
Lalu bagaimana caranya supaya otak kita bisa mencapai keadaan Alpha dan Theta? Disinilah manfa’at dzikir yang bisa mengantarkan otak kita ke dalam keadaan tersebut sebagaimana yang di firmankan Allah, QS. Ara’d (13) : 28 : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka maejadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. Ayat tersebut menginformasikan kepada kita bahwa fungsi dzikir adalah untuk menjadikan hati kita tenang dan dengan tenangnya hati maka otak kita akan mencapai keadaan Alpha. Sedangkan otak dalam kondisi Alpha yang dihasilkan dari dzikir akan mengantarkan seseorang terasa sangat dekat dengan Allah, seakan merasakan kehadiran Allah di hadapannya yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas ruh dalam dirinya.
Sedangkan kondisi Tetha bisa dihasilkan dengan membiasakan sholat malam atau Tahajjud. Kenapa demikian? Karena bangun di waktu malam membuat bacaan (dzikir, do’a dan belajar) bisa lebih berkesan, lebih fresh, dan tentu saja lebih mudah nyantol di otak kita. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, QS. Al-Muzzammil (73): 1-6, “1. Hai orang yang berselimut (Muhammad), 2. bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), 3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. 4. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. 5. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. 6. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”.
Masih banyak contoh-contoh yang lain dari teori
sains untuk bisa di jadikan pelajaran perilaku dalam bersikap dan bertindak.
Tetapi tentunya Al-Qur’an lah yang menjadi pedoman dalam mengarungi kehidupan
yang terbatas ini. Inilah salah satu tanda kebesaran Allah yang telah mengatur
semua yang ada di alam ini dengan sangat sempurna sehingga kita bisa merasakan
indahnya kehidupan ini.
Zikir Menurut
Kedokteran
Penelitian tentang doa dan zikir telah banyak dilakukan antara lain menuru
t Hawari:
1. Penelitian yang
dilakukan oleh Comstock, GW dan kawan-kawan (1972)seperti yang termuat dalam Journal of Chronic Diseases, menyatakan bahwa bagi
mereka yang melakukan kegiatan keagamaan secara teratur disertai doa dan zikir,
ternyata risiko kematiannya akibat jantung koroner lebih rendah 50%, sementara kematian akibat emphisema (paru-paru ) lebih rendah 56 %,kematian akibat penyakit hati (cirrhosis hepatis) lebih rendah 74 % dan kematian akibat bunuh diri
lebih rendah 53 %.
2.
Penelitian yang dilakukan
ilmuwan Larson dan kawan-kawan
(1989)terhadap pasien dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi dibandingkan dengan kelompok (bukan pasien hipertensi), diperoleh kenyataan bahwa komitmen agama kelompok kontrol lebih baik dan dikemukakan
bahwa kegiatan agama seperti doa, zikir mencegah
seseorang dari hipertensi.
3.Penelitian Levin dan Vanderpool (1989) demikian pula terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah, bahwa kegiatan agama akan
memperkecil risiko menderita penyakit jantung
dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
4. Alfred Tomatis seorang dokter dari Perancis
yang lima puluh tahun mengadakan eksperimen tentang hubungan antara rangsang pendengaran terhadap tubuh, dimana pendengaran dapat mengontrol regulasi kerja tubuh dalam
mengontrol dan mengendalikan sistem syaraf. Dalam eksperimen, Alfred
menemukan syaraf pendengaran berhubungan dengan seluruh otot tubuh, dan merupakan alasan mengapa keseimbangan
dan fleksibilitas tubuh, dan seluruh kerja tubuh
dipengaruhi oleh suara, frekwensi suara
dari labirin telinga berhubungan dengan seluruh bagian tubuh seperti
jantung, paru-paru, hati, pencernaan dan usus halus. Tahun 1960 seorang ilmuwan bernama Hans Jenny menemukan bahwa efek suara mempengaruhi bentuk , dan
material sel didalamnya. Tahun 1974 seorang peneliti Fabien Maman and Sternheimer menemukan bahwa setiap bagian
dari tubuh mempunyai system vibrasi. Beberapa tahun kemudian Fabien dan Grimal
menemukan bahwa suara, berefek pada sel kanker khususnya suara yang
mempunyai efek yang kuat terhadap perubahan sel kanker itu sendiri.
Gambar diatas menunjukan suara lantunan Al-Quran mempunyai efek terbaik menghancurkan sel kanker yang tidak terobati.
suara AlQuran yang dilantunkanmemberikan frekuensi yang merangsang sel secara keseluruhan. Suara dari telingamenuju sel otak dan mempengaruhi
kerja otak, dan sel tubuh. Yang hanya dapat dirasakan dengan pengalaman
dan pengulangan.
No comments:
Post a Comment