Dalam ajaran Islam kita mengenal doa. Kita berdoa memohon kepada Allah SWT tentang ampunan, tentang hidayah, tentang kebertuhan-Nya dan lain sebagainya. Tujuan doa selamat di dunia dan masuk syurga diakhirat kelak.
Selain doa atau permohonan kalimat lain secara ideologis kita mengenal kata permintaan. Dalam Al Qur’an (Surat Al Fatihah) kita menyatakan mengabdi dan meminta pertolongan kepada Allah SWT (iyyaka na ‘bud wa ‘iyya-fanastain).
Di dalam shalat misalnya, tentang doa kita memohon kepada-Nya agar diberi jalan yang lurus bukan jalan yang dimurkai dan bukan jalan yang sesat. Pada akhir shalat kita juga memohon atau berlindung dari azab neraka, siksaan kubur, fitnah hidup, fitnah mati dan fitnah dajjal.
Tentang permintaan dalam shalat, niatnya atau secara ideologis kita meminta kepada Allah SWT tentang 8 (delapan) hal kebutuhan kita. Sekali lagi permintaan ini adalah sudut pandang ideologis sebagai berikut:
1. Rabbighfirliy, permintaan: ya Allah, ampuni aku.
Kita meminta ampun karena kita tak luput dari dosa Nabi Adam AS, nenek moyang kita telah bersalah melanggar aturan-Nya. Nabi Adam AS bersalah, kita sebagai keturunan-Nya juga sering bersalah. Bersalah melanggar aturan yang kecil, juga kesalahan pelanggaran aturan agama sekala besar. Kesalahan yang disadari atau tidak kita sadari, maka kita pun meminta tolong agar diampuni atas segala kesalahan tersebut.
2.Warhamniy, permintaan: Kasihanilah aku.
Permintaan ini dapat saja kita kategorikan sesuatu persaingan. Allah SWT mempunyai banyak makhluk dalam jagat raya ini. Makhluk golongan manusia saja yang hidup saat ini jumlahnya milyaran. Diantara milyaran manusia ini kita pun meminta kiranya diri kita adalah salah satu yang dikasihani oleh-Nya.
3. Wajburniy, permintaan: Bimbinglah aku.
Dalam perjalanan hidup manusia sebagai Khalifah fil ard, perlu bimbingan Allah SWT. Artinya dalam setiap usahanya manusia membutuhkan campur tangan yang Maha Bijaksana.
4. Warfa’niy, permintaan: Angkatlah derajatku.
Bahwa kita sebagai manusia yang memiliki fungsi sebagai khalifah dibumi (pemimpin) memerlukan derajat sebagai pemimpin. Kita tidak dapat menghindar dari kepemimpinan, baik memimpin keluarga maupun lingkungan. Dalam konteks memimpin itu kita perlu derajat pribadi, kalau tidak kita pun sama dengan hewan tanpa memiliki derajat yang berarti.
5. Warzuqniy, permintaan: Berikanlah aku rezeki.
Berbicara kenyataan kekurangan, sebagai manusia yang hidup didunia, tentu kita banyak kekurangannya. Umumnya kecurangan kita itu adalah yang bersifat materi: kebutuhan primer, sekunder, maupun kebutuhan tertier.
Terhadap kebutuhan ini Allah S WT menjanjikan, pada saatnya nanti ketika kita hidup di syurga akan terpenuhi keseluruhannya. Oleh karena itu pandangan ideologis kita adalah permintaan tentang kekurangan hidup sebagai khalifatullah fil ard adalah untuk memenuhi kebutuhan materi kita
6. Wahdiniy, permintaan: Berilah aku petunjuk.
Setelah urutan diatas, perjalanan kita kesehariannya memerlukan petunjuk dari-Nya. Tanpa petunjuk kepemimpinan kita tidak akan berfungsi, maka dunia pun tidak dapat kita jalani dengan baik.
7. Wa’afiniy, perminitaan: Sehatkanlah aku.
Di samping berbagai permintaan sebagaimana tersebut diatas kita memerlukan pula kesehatan. Sehat jasmani dan juga sehat kejiwaan adalah hal yang mutlak dimiliki sebagai khalifah dimuka bumi.
8. Wa’fu’anniy, permintaan ini adalah yang terakhir dari kebutuhan kita. Di awali dengan permintaan ampunan dan di akhiri dengan permintaan agar dimaafkan. Bila keduanya dikabulkan oleh Allah SWT, maka manusia sebagai khalifah fil ard dimuka bumi, insya Allah akan memperoleh kehidupan yang sempurna.
Adalah permintaan tersebut di atas merupakan bacaan (doa) ketika duduk antara dua sujud seperti yang termaktub di bawah ini:
Penutup
Prinsip dari 8 (delapan) permintaan di atas adalah kebutuhan kita dari detik ke detik, menit ke jam, ataupun kesehariannya, maka kitapun memerlukan shalat 5 (lima) kali dalam sehari semalam. Dengan demikian diharapkan kita menjadi pemimpin di muka bumi ini, yang jauh dari sifat hewan dan menjadi seseorang yang selalu hidup dalam kaidah-Nya.
Sumber : Lembar Risalah An-Natijah No. 51/Thn. XIII – 19 Desember 2008
No comments:
Post a Comment